Kamis, 01 September 2016

Terobosan Bagi Produktifitas Pertanian


Sistem pertanian kita dalam 40 tahun terahir hanya mengandalkan peningkatan produktifitas dan kesuburan tanah dari kimia saja. Padahal kesuburan tanah merupakan keseimbangan antara kesuburan fisika, kimia dan biologi. Akibatnya kesuburan tanah biologi tanah / bahan organik merosot drastis yang dicirikan dengan kandungan humus tanah yang rendah (sekitar 1%).
Pengembalian kesuburan biologi ini dapat dilakukan dengan penambahan kompos atau pupuk kandang. Namun demikian hal ini sulit dilkukan petani, karena jumlah kompos atau pupuk kandang yang dibutuhkan jumlahnya besar (6 s/d 8 ton / ha / musim tanam). Tentu pengadaan kompos sebanyak itu sangat sulit bagi petani. Kalaupun ada, biayanya menjadi mahal, selain penggunaannya tidak praktis.
Disisi lain penggunaan pupuk kimia (Urea, SP36, KCL dll) setiap tahun mengalami peningkatan yang segnifikan. Data menunjukan kebutuhan urea untuk lahan padi mengalami kenaikan 8,5 – 10% per tahun. Situasi ini diperparah dengan problematika sistem tata niaga dan distribusi pupuk, khususnya urea. Sehingga, setiap musim tanam selalu menjadi kelangkaan urea dan gejolak harga yang menyulitkan petani.
Perlu diketahui bahwa dalam komponen produksi pertanian, pupuk menjadi faktor penentu keberhasilan, yakni mencapai 55%. Dengan kendala sulitnya petani memperoleh suplai pupuk yang memadai, baik jumlah, harga, atau ketetapan waktu, dibutuhkan suatu terobosan strategis ditingkat kebijakan pemerintan maupun inovasi teknologi.
Secara nasional Indonesia memiliki lahan dengan sebaran sebagai berikut : 12 juta hektar padi, 4 juta hektar jagung, 1 juta hektar kedelai, dan 2 juta sayuran dan hortikultur. Belum termasuk lahan perkebunan rakyat berupa kakao, karet, sawit, tebu, tembakau, dll yang semuanya menggunakan pupuk kimia dan pestisida dalam skala yang besar.
Berangkat dari kondisi inilah sebuah riset mikrobiologi karya anak bangsa telah berhasil mengembangkan produk pupuk organik ramah lingkungan berbasis bioteknologi. Maxigrow merupakan terobosan teknologi yang telah melalui tahap uji coba meliputi : uji labolatorium, uji lapangan, dan uji efektifitas oleh lembaga – lembaga yang terakreditasisecara nasional yang diakui oleh pemeriantah RI.




Produk ini memiliki kandungan bakteri penambat N2 secara asosiatif, microba pelarut P dan mikroba pendegrasi selulase.
Bebepa jenis mikroba penting yang dibutuhkan dalam proses penyuburan tanah secara biologi antara lain : Azospirillium, Azotobacter, Mikroba Pelarut P, Lactobacillus, Mikroba Pendegradasi Selulasa, dan Hormon Tumbuh.



Jenis – jenis mikroba tersebut dapat bekerja efektif secara maksimal sehingga terjadi penghematan penggunaan pupuk kimia. Sedangkan hormon tumbuh, memacu pertumbuhan dan peningkatan jumlah anakan.
Penerapan teknologi ini pada padi sawah akan menghemat penggunaan pupuk kimia sebesar 40 – 60%. Data juga mengajukan, pupuk ini mampu mengontrol kenaikan hasil panen antara 20 – 40%, dari cara konvensional. Jika penggunaan teknologi ini secara massal, maka cita – cita swasembada pangan akan mudah tercapai. Dengan demikian tidak perlu lagi impor beras.
Tidak hanya pertanian, Maxigrow juga telah teruji mampu meningkatkan produktifitas aneka Perkebunan, Tambak ikan dan Peternakan. Sebuah teknologi untuk kehidupan.



Informasi Lebih Lengkap, Silahkan Hubungi Kami:


Sumber:
- Amal Alghozali, PT. Maksiplus Utama Indonesia
Buku Pintar MaxiGrow, PT. Tani Solusi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar